Kabupaten Tulang Bawang
Profil
Nama Resmi | : | Kabupaten Tulang Bawang |
Ibukota | : | Menggala |
Provinsi | : | Lampung |
Batas Wilayah | : | Utara: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan Selatan: Kabupaten Lampung Utara dan Lampung Tengah Barat: Kabupaten Waykanan dan Lampung Utara Timur: Laut Jawa |
Luas Wilayah | : | 3.466,32 km² |
Jumlah Penduduk | : | 459.092 jiwa |
Wilayah Administrasi | : | Kecamatan : 15, Kelurahan : 4, Desa : 147 |
Website | : | http://tulangbawangkab.go.id/ |
(Permendagri No.66 Tahun 2011)
Sejarah
Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya, To-Lang P'o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera).
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang
lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'o Chie (Sriwijaya), nama
dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit
sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
Ketika Islam mulai masuk ke bumi Nusantara sekitar abad ke-15, Menggala dan
alur sungai Tulang Bawang yang kembali marak dengan aneka komoditi, mulai
kembali di kenal Eropa. Menggala dengan komoditi andalannya Lada Hitam,
menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi sejenis
yang didapat VOC dari Bandar Banten. Perdagangan yang terus berkembang,
menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang, dan pada masa
itu kota Menggala dijadikan dermaga "BOOM", tempat bersandarnya kapal-kapal
dari berbagai pelosok Nusantara, termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintahan Belanda yang terus berubah, membawa dampak
dengan ditetapkanya Lampung berada dibawah pengawasan langsung Gubernur
Jenderal Herman Wiliam Deandles mulai tanggal 22 November 1808. Hal ini
berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah satu
upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk
Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang
Bawang sendiri dibagi dalam 3 kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay Tegamoan dan
Buay Umpu (tahun 1914, menyusul dibentuk Buay Aji).
Sistem Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, dan pada tahun 1864 sesuai
dengan Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, dibentuk
sistem Pemerintahan Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk
kepentingan kolonial Belanda mulai dilakukan termasukdi Kabupaten Tulang
Bawang.
Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di daerah
yang dijuluki "Sai Bumi Nengah Nyappur” ini. Dan akhirnya sesudah Proklamasi
kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan sebagai daerah Keresidenan dalam
wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan wilayah Kewedanaan.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang
lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'o Chie (Sriwijaya), nama
dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit
sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
Ketika Islam mulai masuk ke bumi Nusantara sekitar abad ke-15, Menggala dan
alur sungai Tulang Bawang yang kembali marak dengan aneka komoditi, mulai
kembali di kenal Eropa. Menggala dengan komoditi andalannya Lada Hitam,
menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi sejenis
yang didapat VOC dari Bandar Banten. Perdagangan yang terus berkembang,
menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang, dan pada masa
itu kota Menggala dijadikan dermaga "BOOM", tempat bersandarnya kapal-kapal
dari berbagai pelosok Nusantara, termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintahan Belanda yang terus berubah, membawa dampak
dengan ditetapkanya Lampung berada dibawah pengawasan langsung Gubernur
Jenderal Herman Wiliam Deandles mulai tanggal 22 November 1808. Hal ini
berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah satu
upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk
Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang
Bawang sendiri dibagi dalam 3 kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay Tegamoan dan
Buay Umpu (tahun 1914, menyusul dibentuk Buay Aji).
Sistem Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, dan pada tahun 1864 sesuai
dengan Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, dibentuk
sistem Pemerintahan Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk
kepentingan kolonial Belanda mulai dilakukan termasukdi Kabupaten Tulang
Bawang.
Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di daerah
yang dijuluki "Sai Bumi Nengah Nyappur” ini. Dan akhirnya sesudah Proklamasi
kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan sebagai daerah Keresidenan dalam
wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan wilayah Kewedanaan.
Arti Logo
(PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 01 TAHUN 1997)
- Perisai Bersegi Lima, melambangkan masyarakat Tulang Bawang mampu mempertahankan cita-cita Bangsa Indonesia, melanjutkan pembangunan, memajukan daerah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Bagian atas lambang bertuliskan TULANG BAWANG, hurup Merah, dasar Putih, melambangkan keberadaan dan terbentuknya Daerah Tulang Bawang, dalam nuansa persatuan, kesatuan, semangat kebersamaan, serta kehormatan terhadap Merah Putih.
- Payung berwarna Putih, melambangkan pemberian perlindungan, pengayom, Penghormatan tertinggi masyarakat Tulang Bawang.
- Pada Payung terdapat 20 (dua puluh) rumbai, bergaris 3 (tiga), berjari-jari 9 (sembilan), bergelombang 7 (tujuh), melambangkan Kabupaten Tulang Bawang diresmikan pada tanggal 20-3-1997.
- Mahkota/Kopiah Emas, melambangkan kepemimpinan/ keperkasaan/kepahlawanan Masyarakat Tulang Bawang.
- Sebuah lingkaran, melambangkan masyarakat Tulang Bawang bersifat Heterogen, dari ragam budaya, pendidikan, sosial, berpadu teguh dalam kesatuan tindak secara profesional, menggapai cita, melangkah ke masa depan, membangun kejayaan Tulang Bawang.
- Pada lingkaran:
- Bagian atas di dalam lingkaran terdapat warna Hijau Lumut, melambangkan lingkungan yang sejuk, daerah pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.
- Bagian atas lingkaran terdapat 4 (empat) garis bergelombang, melambangkan dominasi sekurang-kurangnya 4 (empat) sungai besar secara historis mengantarkan kejayaan Tulang Bawang.
- Bagian bawah dalam lingkaran terdapat warna Cokelat, melambangkan kesuburan tanah.
- Pada lingkaran terdapat Tombak/Payan, Keris saling silang, adalah senjata tradisional masyarakat Tulang Bawang yang siap mempertahankan kehormatan daerah dan masyarakat.
8.Rangkaian Padi dan Kapas, melambangkan kebersamaan yang utuh untuk
mewujudkan masyarakat sejahtera, berkemakmuran lahir batin, serta
makmur berkeadilan dalam wadah Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
9.Pepadun/mahligai tempat kedudukan seorang Penyimbang
Marga, melambangkan masyarakat Tulang
Bawang telah lama mengenal sistem kepemimpinan yang kuat dan mengakar.
10.Tulisan aksara Lampung berbunyi “Tulang Bawang”
11. Seuntai pita bertuliskan “Sai Bumi Nengah Nyappur”, dasar putih dengan tulisan berwarna merah.
12. Sai Bumi Nengah Nyappur, bermakna bahwa, masyarakat daerah Tulang
Bawang sangat terbuka, mudah beradaPtasi terhadap lingkungan, serta
ramah dalam pergaulan, merupakan perwujudan sikap dan
kemampuan,keluhuran dan keyakinan, serta percaya diri.
13. Warna Putih melambangkan Marga/Megou.
14. Warna Kuning melambangkan Tiuh/Kampung
15. Warna Merah melambangkan Suku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar